Senin, 06 Mei 2013

Catatan Pembaca oleh Moh. Ghufron Cholid

Apa yang menarik dari sebuh puisi? Mengapa puisi begitu dekat dan menyapa di hati? Walau penghargaan pada puisi lebih sedikit, puisi akan terus rekah serekah bunga sebab puisi adalah bahasa hati yang barangkali tepat dipilih untuk menyampaikan risalah hati yang kadang tak bisa diucapkan secara lisan.

Barangkali hanya lewat puisi, seseorang bisa lebih berani berkata apa saja, tanpa harus didekte pihak mana pun, barangkali hanya lewat puisi kerinduan, kenangan dan harapan lebih bisa dilukiskan. 

Ekohm Abiyasa, penyair Solo mulai merintis kepenyairannya secara mandiri dalam buku puisinya bertajuk Malam Sekopi Sunyi. Mengapa harus malam, kopi dan sunyi yang dipilih penyair sebagai judul bukunya? Alasan yang lebih tepatnya hanya penyairnya yang lebih tahu dan sebagai pembaca pun kita bebas mengurai lewat kacamata pandang atau pikir sendiri. 

Sebab dalam puisi tak ada tafsir abadi, semakin banyak tafsiran akan semakin kaya tentang keberadaan puisinya. Digugat atau mendapat pujian semua adalah bentuk bahwa karya itu lahir dan mampu mengusik perhatian.

Apalah guna karya bagus namun tak mendapatkan apresiasi, setelah tercipta langsung hilang ditelan masa, serupa kapas yang diterbangkan angin, tak memiliki arah tujuan.

Barangkali menjadi penyair memang bukan sebuah cita-cita yang jarang diungkapkan oleh tiap diri, baik memiliki niat menjadi penyair ataupun tidak, sejatinya Ekohm telah menjadi seorang penyair karena telah melahirkan puisi dari dansa-dansa jemarinya. 

Paling tidak penyair untuk dirinya sendiri, maksimal penyair untuk seluruh alam semesta beserta isinya. Pentingkah lebel penyair itu disematkan? Jawabannya ada pada masing-masing individu, sebab tak semua mau disebut penyair. Sebab tak semua siap dikatakan seorang penyair, barangkali bisa kita pahami, tugas penyair sangat mulia. 

Menebarkan cinta lewat puisi, merampungkan kembali serpihan-serpihan mimpi. Pemberian istilah penyair senior, penyair junior, penyair instan barangkali hanya pengkotakan yang membuat puisi menjadi ruang yang tak menarik lagi, jika tetap mempersoalkan sebuah lebel kepenyairan yang akan diterima. 

Ekohm telah memulai sejarah, Malam Sekopi Sunyi sudah lahir ke tengah-tengah pembaca serupa bayi yang harus diberi nama dan diperkenalkan siapa orang tuanya, walau tak semuanya melakukan. 

Jaman yang serba teknologi memberikan kesempatan pada siapa saja berkarya dan mengaku penyair, terlepas diakui atau tidak seleksi alam yang menentukan, lebih baik berbuat daripada diam menunggu sebuah keajaiban. 

Bersambung..

Sumber note's facebook Moh. Ghufron Cholid

*Moh. Ghufron Cholid - Madura

Tidak ada komentar:

Posting Komentar